Ini Cerita Kami di Bulan Ramadhan

Ada Apa dengan Ramadhan 


Foto kami saat berlibur di SL Park

Ramadhan adalah bulan yang spesial. Bulan dimana orang-orang lebih banyak beribadah dibanding bekerja. Mulai dari sholat, zakat, puasa, shodaqoh, dan ibadah-ibadah yang lainnya, yang hanya bisa dilakukan di bulan ini. Selain itu di bulan ini ampunan serta rahmat Allah melimpah kepada ummatnya. Bagi mereka yang merasa banyak dosa, tentunya di bulan inilah waktu yang tepat untuk memohon ampun dan rahmat Allah SWT.

29 Mei 2019 adalah hari ke 24 puasa di bulan ramadhan tahun ini. tak menyangka, saya bertemu dengan bulan ini di suasana yang berbeda. Disebut berbeda karena pada bulan ramadhan ini saya telah berkeluarga. Berkeluarga dengan bunga desa yang bernama Zulfil Laili. Teman masa Dewasa sampai Tua, AAmiin, Ramdhan tahun ini adalah ramadhan pertama kami berdua.

Ini cerita tentang kami berdua. 

Memulai berkeluarga tidaklah semudah membalikkan fakta menjadi Hoax. hehe. Berkeluarga seperti berlayar dengan bahtera yang tak pernah ada pelabuhannya. Kita dipaksa tetap berlayar walau terseok seok mengarungi lautan samudra yang kadang tak menenentu arahnya. Kadang kala kita harus menambal bahtera yang bocor. Belajar saling mengalah dan menurunkan ego masing-masing demi bahtera tetap berlayar.

Kami mulai cerita ini dari malam hari. Eits, jangan berpikiran jorok dulu yah, lanjutkan bacanya. Saat malam tiba, adzan isya' berkumandang, saya bersiap diri, memakai baju koko dan sarung. Serta istri memakai mukenah dengan membawa sajadahnya, kami berdua berangkat dari rumah menuju rumah Allah yaitu MASJID. Suasana inilah yang paling ditunggu-tunggu saat bujangan. Berduaan bersama kekasih halal berjalan kaki menuju masjid.

Setelah usai sholat berjamaah isya' dan taraweh kami beranjak pulang. Tentunya saya yang selesai lebih dulu, menunggu istri di depan gerbang masjid. Dari gerbang saya fokus melihat ke tangga masjid, maksudnya fokus melihat wanita yang turun dari masjid yaitu istri saya. Dengan wajah penuh senyum terlihat istri sedang beranjak dari masjid dan kami berjalan kaki lagi menuju rumah tercinta.

Selanjutnya, sebelum tidur, di depan teras rumah sambil melihat langit yang dihiasi bulan dan bintang, kami mulai memperbincangkan masa-masa kami saat bujang dulu. Saling bercerita pengalaman di saat bulan ramadhan tahun sebelumnya. Sambil diselingi makan makanan cemilan yang sudah disiapkan istri sejak maghrib tadi. Tak terasa waktu sangat cepat berlalu, malam telah menunjukkan sunyinya hingga akhirnya kami memilih untuk beranjak dari teras dan berehat sejenak sampai sahur tiba.

Jam 03.00 istri bangun terlebih dahulu mendengar suara alarm di hp. Dan saya masih tetap terlelap dalam dunia mimpi. Hingga tak terasa istri sudah selesai memasak menyiapkan segala makanan untuk sahur kami. Dengan suara pelan, istri membangunkan saya dari dunia mimpi yang tak ada habisnya. Sungguh, ketika bujang, momen inilah yang saya tunggu. Dibangunkan istri saat malam hari untuk sholat dan sahur bersama.

Lalu, ketika usai sahur bersama, kami berdua masih di tempat yang sama (Ruang Makan) menunggu adzan shubuh berkumandang. Seperti biasa kami tetap sholat berjamaah di masjid. Sampai fajar menyingsing kami isi di sela shubuh-Fajar dengan membaca Al-quran secara tadarrus. Pagi hari, kami berdua sibuk. Saya sibuk dengan cucian baju dan istri sibuk berbelanja ke Mlinjo (Pasar berjalan). Istri bersih-bersih rumah, saya sibuk dengan Leptop, biasanya kalau tidak menulis artikel atau bercerita pengalaman yah saya isi dengan nonton bioskop alias lihat film. Tapi, Istri masih tetap dalam kesibukannya. Kesibukan kami hanya terhenti ketika sholat dhuha.

Usai dari sholat dhuha kami bergantian bersih diri (mandi) dan menunggu adzan dzuhur berkumandang. Lalu, istirahat sejenak sampai menjelang ashar berkumandang. Kegiatan kami di waktu ashar ialah mengambil pakaian di jemuran dan melipatnya.

Sesudah itu, menyiapkan masakan untuk buka puasa nanti. Saya dan Istri sibuk di dapur. Istri memasak, saya membantunya walau hanya bagian mengupas dan membersihkan sayuran. Saya dan istri banyak maunya, makanan saya dan istri berbeda. Istri maunya sayur tanpa kuah. Saya inginnya sayur dengan kuah. Istri ingin minuman dingin, saya ingin minuman hangat. Saya ingin lauk yang dipanggang, istri ingin lauk yang digoreng. Intinya kami tidak pernah sama dalam hal makan dan minuman apapun.

Makanya, tak jarang kami sering bergelut mulut perihal masakan dan minuman. Tapi, alhamdulillah kami bisa tetap menjaga keutuhan rumah tangga walau terdapat perbedaan. Kami belajar menurunkan ego dan bekerjasama dalam hal apapun. Entah itu hanya istri yang ingin makan makanan dan minum minuman atau saya. Tetap, kami saling membantu dalam menyelesaikan dan menyiapkan segalanya. Karena bahtera ini diisi dua orang, dua pikiran. Tinggal bagaimana kami menyamakan perasaan bahwa kami saling membutuhkan. Dan hanya dia lah yang bisa membantu saya. Begitupun dia hanyalah saya yang dapat membantunya. 

Terkadang, kami lebih banyak tertawa dari pada beradu pendapat. Menyelaraskan pendapat sangat sulit dilakukan, jadi lebih tepatnya bergantian mencoba pendapat yang satu, lalu beralih ke pendapat yang satunya lagi. Sehingga, semua dapat berjalan dua-duanya. Atau ke dua pendapat tersebut dikombinasikan, sehingga menjadi pendapat yang mengesankan.

Lalu, sambil menunggu adzan maghrib kami berdua sudah menyiapkan menu pembuka, inti, dan penutupnya. Maklum, pada puasa kali ini kami ingin spesial. Berbeda dengan tahun tahun sebelumnya. Harus spesial, walau hanya dengan bahan seadanya. Karena kami orang desa, banyak bahan yang kami ambil di belakang rumah seperti sayuran.

Nah, itulah cerita kami berdua di bulan ramadhan ini. Bagi pembca yang sudah menikah, tentunya memiliki pengalaman tersendiri di ramdhan pertamanya bersama keluarga baru. Namun, bagi pembaca yang belum menikah, kisah kami bisa dijadikan cermin seandainya nanti menikah ia akan mengalami kisah yang sama.

Trimakasih telah berkunjung ke website kami. Semoga bermanfaat.

0 Response to "Ini Cerita Kami di Bulan Ramadhan"

Post a Comment